“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang Kamu dustakan?”
Alhamdulillah,
Tuhan masih mempercayakan Saya meminjam jasad ini hinngga 25 tahun lamanya. Semoga
tetap diberi kesempatan untuk berbuat baik dan berbagi kepada sesama, meski
hanya berupa tawa.
Well,
25, angka yang mulai tampak meyakinkan, meski terkadang mengerikan. Angka yang
menunjukkan seseorang perlahan terlihat mulai memiliki segala aspek kematangan.
Bersyukur sekali rasanya masih bisa berdiri tegak dan menikmati oksigen yang
berebutan masuk melalui rongga hidungku.
Wait...wait...
dua lima? Hahaha....
What’s
on your mind?
Kalau
Kamu berada di sisi lain dari negeri ini, katakanlah Bandung, dan Kamu bertanya
apa pendapat orang-orang tentang pria berusia 25, mungkin sebagian besar dari
mereka akan mengatakan bahwa itu adalah usia yang ideal untuk mematangkan
bisnis, memperluas jaringan atau meniti karir yang baik.
Tapi
sayang, we was born in the wrong side of this country (correct me if my english
is berantakan). Ya... Lombok. Suku Sasak tepatnya (specifically for this case).
Apa yang di katakan orang-orang kita terhadap seorang pria lajang berusia 25
tahun?
Look
at my Facebook timeline. Found something? .......... Yes, you get the answer. Sebuah
pertanyaan ringan namun penuh racun, pertanyaan sederhana namun bisa
menyulap damai menjadi tikai.
“Piran merarik?”
Adalah
sebuah ungkapan dalam bahasa sasak yang artinya “kapan nikah?”, ditanyakan oleh
segala jenis manusia yang ada di muka bumi ini, berulang kali. Kebanyakan dari mereka
bertanya dengan raut wajah tanpa berdosa. Saya tidak perlu menjelaskan
bagaimana rasanya, bukan?
Tapi
baiklah, Saya akan menulis tanggapan Saya terhadap para penanya itu, karena
memang tidak ada bahan lain yang akan Saya tulis sih...
Begini,
Saya merasa terhormat ketika yang bertanya adalah seorang yang lebih tua, lebih
dewasa, dan tentunya sudah berkeluarga. Karena mungkin dia beranggapan bahwa
Saya sudah cukup mampu untuk berumah tangga. Jadi, pastinya dia bertanya
serius, tidak sekadar basa basi bansu.
Berikutnya,
yang ini cenderung membingungkan. Kadang menyebalkan, kadang juga membuat Saya
berpikir, adalah saat yang bertanya itu seorang teman sebaya. Jika dia sudah
menikah, mungkin pertanyaannya tidak akan jadi masalah. Tetapi jika belum? Pliss
deh, sesama anggota Aliansi Masyarakat Tuna Asmara sebaiknya jangan saling
mengusik dengan hal-hal receh semacam ini.
Kelompok
terakhir, ini bagian yang paling menyebalkan. Sia-sia sekali rasanya
mendengarkan pertanyaan itu dari seorang bocah a.k.a. chili-chilian. Mereka
tidak kompeten untuk menanyakan hal tersebut meski hanya sekadar sebagai pembuka
kata. Saya keberatan ditanyai oleh kelompok ini, karena ini juga bukan ranah
mereka.
So,
teman-teman yang sudah masuk di seperempat
abad club dan masih singel, persiapkan mentalmu untuk menghadapi pertanyaan
granat yang bisa membuatmu meledak seketika ini. Kalian akan menemuinya kapan
saja dan dimana saja.
Pesan
Saya untuk kalian yang bibirnya ringan sekali melantunkan kalimat beracun tersebut,
berpikirlah minimal tujuh detik sebelum bertanya. Karena kalian tidak tau apa
yang ada dalam pikiran Kami saat itu. Kalian juga tidak akan pernah tau
perjalanan seperti apa yang Kami lalui hingga berada di titik ini, serta
hal-hal apa yang membuat Kami memutuskan untuk memilih masih sendiri.
Doa
boleh, nanya jangan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar